Tak ayal, gempuran produk impor akan semakin mematikan sektor perekonomian, baik kecil maupun menengah, di dalam negeri. Apalagi serangan produk dari negara seperti China yang masuk dari mulai cendramata sampai produk-produk industri besar makin gencar.
Akan tetapi, faktanya, UKM dalam negeri tidak mau menyerah begitu saja dengan gangguan FTA pada usaha mereka. Tak terkecuali UKM Garnis Silver and Planted. UKM yang berasal dari Kotagede Yogyakarta, sebagai kota tua dengan sisi kehidupan tradisionalnya, mampu berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan modern.
Yeyen Alkaf, pemilik UKM ini, mengatakan bahwa usaha yang dirintisnya ini sudah turun-temurun. Saat ini usahanya terus tumbuh dan berkembang sebagaimana kebudayaan yang menjadi napas kehidupannya secara dinamis.
Oleh sebab itu, UKM ini ingin melestarikan kebudayaan lokal dengan cara menyajikan berbagai macam cenderamata khas Kotagede dan berbagai cenderamata asli Indonesia.
Dengan tekat kuat tersebut Yeyen yakin usaha sejenisnya akan tetap bertahan dari gelombang pasar bebas yang akan terus mengahantam. “Kami menyajikan suatu hal yang unik dan berbeda sudah lebih 40 tahun kami berdiri. Antusias masyarakat tetap positif terhadap kami,” katanya pada pameran Indocraft, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Keyakinan tersebut membuahkan hasil bagi usahanya. Di tangannya dan adiknya, Garnis, yang menjadi nama UKM ini, Yeyen berhasil mengembangkan usaha moyangnya tersebut. Meskipun pada tahap awal usahanya sempat mengalami goncangan akibat persaingan produk dari negara lain, Yeyen dan adiknya tidak mau kehabisan akal.
Mereka terus mencari ide untuk memajukan sentra usaha cenderamata yang menjadi andalannya tersebut. Kemudian dia berusaha sedikit memodifikasi kebudayaan lokal dengan mengikuti tren terkini yang sedang digandrungi anak muda saat ini. Dengan sentuhannya, usaha cenderamatanya kembali menggeliat.
Kini UKM yang memproduksi cenderamata dari kerajinan perak dan tembaga tersebut mampu menghasilkan omzet hingga Rp 20 juta per bulannya dengan beraneka kalung-kalungan, cincin, miniatur gong, dan sebagainya. “Tetapi ciri khas sebagai sebuah kota tradisional Jawa yang tidak lepas dari keraton tidak kami tinggalkan,” ujarnya.
Produknya berupa aksesori seperti kalung dan gelang terbuat dari tembaga di jual berkisar antar RP 8.000 sampai Rp 300.000 per buahnya. Sementara itu, produk berupa cincin terbuat dari perak mulai dari harga Rp 75.000 sampai Rp 300.000. Untuk miniatur gong mulai dari Rp 750.000 sampai Rp 1,5 juta.
UKM-nya semakin menggeliat tatkala mulai menjadi binaan dari Pertamina Semarang. Di bawah binaan Pertamina Semarang, usahanya mulai lebih teratur dari sisi manajemen dan tata niaga.
Tak heran, cenderamatanya kini mulai menjelajah seluruh pasar lokal yang ada di Indonesia. “Pemasaran hampir merata di Indonesia, meski tidak banyak, cukup membantu penghasilan,” katanya.
Untuk mengembangkan UKM-nya, Pertamina Semarang meminjami modal pada tahap awal sebesar Rp 15 juta. Dengan dana segar tersebut Yeyen mampu mengembangkan usahanya.
Apalagi beban pengembalian peminjaman, menurut Yeyen, sama sekali tidak menyulitkan. “Kami hanya dibebani bunga sebesar 0,6 persen. Itu tidak sulit bagi kami untuk mengembalikannya. Terlebih Pertamina memberikan segala fasilitasnya,” tuturnya.
Ke Mancanegara
Menurut Yeyen, produknya sudah sampai ke luar negeri. Namun, tahap ekspor ke luar negeri dilakukan melalui pihak ketiga. Sampai saat ini dia tidak mengetahui produknya diekspor ke negara mana saja. “Jadi ada pelanggan yang sering borong cenderamata kami, katanya mau dijual ke luar negeri, tapi mereka tidak bilang ke mana,” tuturnya.
Berkat semangat dan kerja kerasnya selama ini, kini UKM-nya mampu meraup untung hingga dua kali lipat dari total biaya produksinya. Yeyen mampu meraup untung per bulannya mencapai Rp 50 juta. Kini Yeyen juga mampu memperkerjakan 10 orang pegawai di UKM-nya tersebut.
“Kami senang menjadi binaan Pertamina, karena usaha kami tidak mati akibat gempuran produk asing. Pertamina Semarang selalu memberikan tip untuk menjalani usaha,” ujarnya.
Kini Yeyen juga berharap agar pemerintah lebih memperhatikan usaha kecil menengah. Pasalnya, usaha ini mampu menghidupi perekonomian masyarakat kecil di daerah perdesaan.
Menurutnya, jika produk asing membanjiri wilayah daerah, hal tersebut akan membunuh perekonomian daerah. “Untuk itu, tidak usahlah pakai perdagangan bebas. Kita akan kalah bersaing dengan prosuk asing, karena harga produk mereka lebih murah,” katanya. (CR-28)
0 komentar:
Posting Komentar